Selasa, 28 Juni 2016

Cara reset printer canon iP 5200

Cara Reset Canon IP2770 Error 5200 :
  1. Printer dalam keadaan mati dan kabel listrik terpasang. 
  2. Tekan tombol RESUME 2 detik kemudian tekan tombol POWER sampai lampu hijau nyala (saat menekan tombol POWER, ...tombol RESUME jgn dilepas dulu.
  3.  Kemudian lepas tombol RESUME, tapi jangan lepas tombol POWER. 
  4. Sambil tombol POWER masih tertekan, tekan tombol RESUME 5 kali. Led akan menyala bergantian orange hijau dengan nyala terakhir orange. (jangan sampai keliru 4x karena printer akan mati total, tapi sifatnya sementara juga) Kemudian ... 
  5. Lepaskan kedua tombol bersamaan. 
  6. Led akan blink sebentar kemudian akan nyala HIJAU. 
  7. Dan Komputer akan mendeteksi hardware baru, abaikan saja... 
  8. Tekan tombol POWER, maka printer akan mati. 
  9. Tekan lagi tombol POWER maka printer akan nyala dan ... PRINTER iP2770 sudah siap digunakan.
Cara Lain Reset Canon iP2770 error 5200 :

  1. Hidupkan printer, dan printer akan terlihat normal.
  2. Jalankan printer buat mencetak dokumen atau print test, maka error 5200 akan muncul.
  3. Langsung cabut kabel listriknya tanpa menekan tombol on-off
  4. Buka dan geser catridgenya ke tengah secara manual (tekan kait penguncinya warna putih di belakang head, agar catridge bisa ditarik ke tengah)
  5. Cabut semua cartridge dan biarkan tutupnya tetap terbuka
  6. Hidupkan printer, head akan bergerak menabrak kiri kanan karena tutupnya masih terbuka lalu akan berhenti di tengah.
  7. Pasang kembali cartridge, dan tutup yang benar
  8. Printer anda akan kembali normal

SEJARAH BILANGAN EKSPONEN



Pada dasarnya bilangan  pangkat bukanlah suatu sistem bilangan atau jenis bilangan melainkan suatu konsep atau metode penulisan suatu bilangan. Kita tidak menyebut bilangan berpangkat sebagai sistem bilangan seperti bilangan Bulat, bilangan Cacah, bilangan Rasional, bilangan Real dan sebagainya, karena pada dasarnya memang berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemui perkalian suatu bilangan dengan faktor-faktor yang sama.
2 x 2 x 2 ...
4 x 4 x 4 ...
15 x 15 x 15 ...
22x 22 x 22 ...
Perkalian bilangan-bilangan dengan faktor-faktor yang sama seperti di atas disebut sebagai perkalian berulang. Setiap perkalian berulang dapat dituliskan secara ringkas dengan menggunakan notasi bilangan berpangkat.

Pengertian Eksponen
Eksponen adalah perkalian berulang. Banyaknya perkalian yang dilakukan ditulis di atas bilangan pokok dengan ukuran angka kecil. Misal : 2 x 2 x 2. Maka ditulis 23 . Dengan 2 sebagai bilangan pokok, dan 3 sebagai bilangan pangkat (banyaknya perkalian).

Tokoh dan Sejarah Bilangan Eksponen
1. John Napier 

Pada tahun 1616 John Napier menemukan : Bilangan desimal. Contoh : 6,5 Dibaca enam koma lima dan Logaritma Contoh : 23 = 8 Sama dengan 2log 8=3. Bilangan berpangkat sangat membantu kita dalam mempersingkat bilangan yang relatif besar atau kecil. Contoh 0,00000099 ditulis dalam bilangan berpangkat menjadi 9,9  10-7

Adapun orang yang pertama kali menemukan bilangan berpangkat atau eksponen adalah John Napier (1550-1617). John Napier merupakan seorang bangsawan dari Merchiston, Skotlandia. John Napier juga merupakan penemu bilangan logaritma, yang memang ada hubungannya dengan bilangan eksponen. John Napier menyadari bahwa setiap bilangan bisa di ubah dalam bentuk eksponen maupun logaritma, agar bilangan tersebut bisa diubah dalam bentuk yang lebih sederhana.

John Napier juga adalah seorang matematikawan, fisikawan, ahli astronomi, dan astrologi. Peninggalannya yang terkenal dalam bidang matematika di antaranya adalah Napier’s bones atau rabdologia. Rabdologia berasal dari bahasa Yunani rhabdos artinya batang  dan logia artinya belajar. Rabdologia adalah alat hitung semacam abakus yang digunakan untuk melakukan hitungan perkalian dan pembagian dengan menggunakan konsep dasar menjumlahkan untuk perkalian dan pengurangan untuk pembagian Napier’s bones terdiri dari sebuah papan dengan pinggiran dan satu set batang dengan tulisan angka-angka di dalamnya. Papan dan batang biasanya dibuat dari bahan kayu, metal atau kardus tebal.

Satu set Napier’s bones (Rabdologia) dan contoh daftar perkalian 7.
Walaupun demikian, tanpa menggunakan rabdologia semacam itu kita tetap bisa menggunakan konsep hitungan Napier’s bones untuk melakukan hitungan perkalian atau pembagian. Berikut ini adalah contoh menghitung perkalian dengan memanfaatkan konsep hitungan pada rabdologia.
Contoh : 15 X 13 = . . .
Untuk menyelesaikan perkalian dua digit, terlebih dahulu gambarlah empat buah kotak untuk mewakili digit-digit yang dikalikan itu sebagai berikut :
Langkah 1
Gambarkan empat buah kotak dengan masing-masing kotak dibagi dua menjadi dua bagian dengan sebuah garis diagonal. Karena kita akan mengalikan 15 dengan 13, maka :



Langkah 2
Kalikan masing-masing digit angka itu, dan tulis hasilnya di dalam kotak yang sesuai. Perhatikan cara meletakkan hasil kali angka-angka itu. Satu kotak dibagi dua bagian dengan sebuah garis diagonal, bagian atas diagonal diisi dengan digit puluhan, dan bagian bawah diagonal diisi dengan digit satuan. Jadi, jika hasil kalinya berupa angka satu digit maka ditulis 0 di bagian atas diagonal, dan satu digit (satuan) itu disimpan di bagian bawah diagonal
1 x 1 = 1 (ditulis 01 dalam kotak baris 1, kolom 1)
5 x 1 = 5 (ditulis 05 dalam kotak baris 1, kolom 2)
5 x 1 = 5 (ditulis 05 dalam kotak baris 1, kolom 2)
1 x 3 = 3 (ditulis 03 dalam kotak baris 2, kolom 3)
5 x 3 = 15 (ditulis 15 dalam kotak baris 2, kolom 2)

Langkah 3
Setelah semua kotak terisi penuh, saatnya menjumlahkan masing-masing angka itu sesuai posisi garis diagonalnya. Kita akan menjumlahkan mulai dari pojok bawah sebelah kanan.
5 (untuk digit satuan)
3 + 1 + 5 = 9 (untuk digit puluhan)
0 + 1 + 0 = 1 (untuk digit ratusan)

Hasil perkalian itu ditulis di bagian bawah dan samping kiri kotak. Berturut-turut, dari pojok bawah kanan ke arah kiri adalah digit satuan dan digit puluhan, dan di samping kiri bawah adalah digit ratusan. Tidak ada digit ribuan  Tidak ada digit ribuan, karena angka di pojok kiri atasnya 0.
Jadi, hasil dari 15 x 13 = 195
 2. Rene Deskrates
Cara penulisan perkalian berulang dengan menggunakan notasi bilangan berpangkat atau notasi eksponen pertama kali dikenalkan oleh salah satu ahli matematika berkebangsaan prancis Rene Deskrates (1596–1650). Pada abad 16, matematikawan Italia menggunakan istilah lato (artinya “sisi”) yang terkadang diartikan dengan akar karena sisi tersebut tidak diketahui panjangnya. Istilah ini kemudian diambil untuk menghitung panjang sisi dari suatu bujur sangkar dan bilangan kuadrat disebut dengan lato cubico. 

Bombelli menggunakan terminologi dengan menggunakan simbol R., artinya radix, namun mirip dengan simbol universal yang biasa digunakan dokter dalam menulis resep. Oleh karena itu, Bombelli kemudian menggantinya dengan simbol R.q. (radice quarata), sehingga akar kuadrat untuk 2 ditulis dengan notasi R.q.2 dan akar kubik untuk 2 ditulis dengan notasi R.c. 2 (radice cubica). Simbol-simbol di atas mulai digunakan Bombelli dalam buku karyanya yang terkenal L’Algebra.

Menulis notasi akar dengan R.q. atau R.c. ternyata merepotkan dan tidak praktis sehingga dibuat dengan menuliskan dalam bentuk r (huruf r kecil). Apa yang terjadi kemudian? Penulisan notasi dengan r ini jika ditulis oleh tangan (bukan mesin ketik)  terlebih tulisan orang tersebut jelak, maka yang muncul adalah bentuk yang tidak lazim. Lama kelamaan huruf r kecil yang beragam ini diberi bentuk baku yaitu bentuk seperti yang kita kenal sekarang ini yaitu √. Sebelum orang menggunakan x² sebagai simbol xx, x³ sebagai simbol untuk xxx dan seterusnya, dahulu orang merasa kesulitan untuk menuliskan suatu persamaan dengan derajat yang lebih dari satu. Pada saat itu, simbol-simbol x, y, z dan seterusnya sudah digunakan untuk menyatakan bilangan yang belum diketahui nilainya. Namun, ketika mereka dihadapkan pada bilangan-bilangan yang berpangkat tinggi misalnya n, sangat tidak praktis apabila dituliskan dalam bentuk perkalian x sebanyak n kali. Dengan demikian, diperlukan simbol yang sederhana untuk bilangan-bilangan tersebut. Pada abad ke-17 matematikawan Perancis, Rene Descartes menjadi orang pertama kali menggunakan a, b dan c untuk menyatakan bilangan yang telah diketahui nilainya. Pada saat itu, Descartes mulai menggunakan symbol x² untuk xx dan sebagainya. Sejak saat itu persamaan aljabar dapat dituliskan dalam bentuk yang sudah modern.


3.  Mishael Stifel



Eksponen berasal dari dua suku kata dari bahasa lain “Expo” dan “Ponere“. Expo berarti berasal atau dari dan Ponere tempat dia sendiri. Penggunaan kata eksponen dalam matematika modern tercatat pertama kali dalam buku “Arithemetica Integral” yang ditulis oleh seorang ahli matematika asal inggris bernama Michael Stifel. Namun demikian saat itu istilah eksponen hanya digunakan untuk bilangan dasar 2. Jadi istilah eksponen 3 berarti 2yang bernilai 8.

Kemunculan awal eksponen memang belum jelas pastinya. Meskipun tidak 100% benar banyak yang menyebutkan sistem pangkat atau eksponen ini sudah ada sejak jaman Babilonia. Pada abad 23 sebelum Masehi Masyarakat Babel di sekitar wilayah Mesopotamia telah mengenal kuadrat dalam sistem penanggalan mereka.

Konsep eksponen di zaman modern agak berbeda dari konsep Stifel atau dari masyarakat Babel. Eksponen sekarang digunakan untuk menentukan berapa kali bilangan tersebut dikalikan dengan ia sendiri. Dengan adanya eksponen anda tidak perlu lagi menuliskan 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x 3 x, anda cukup menulis 310.


Dikirim oleh: Siti Rohimah
Sr_sitirohimah31@yahoo.com

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2014). Sejarah Penemuan Eksponen. [online]. Tersedia: http://rumushitung.com/2014/08/13/sejarah-penemuan-eksponen/ [1 Juni 2016].
Anonim, (2016). Eksponen. [online]. Tersedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Eksponen  [1 Juni 2016]